Berani, Ekonom Senior Juluki Rezim Saat Ini Penguasa Raja Utang

- 24 Maret 2021, 17:01 WIB
Ekonom senior Indef, Didik J Rachbini.
Ekonom senior Indef, Didik J Rachbini. /Tangkap layar kanal Youtube Najwa Shihab./




GALAJABAR - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) diprediksi bakal mewariskan utang hingga mencapai Rp10 ribu triliun.

Segunduk utang tersebut berasala dari utang pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Hal tersebut dilontarkan Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini pada sebuah diskusi bertajuk Kinerja BUMN dan Tumpukan Utang, Rabu, 24 Maret 2021.

Baca Juga: Menpan RB Tjahjo Kumolo Sampaikan Permintaan Maaf, PNS Kembali 'Menderita' di Tahun Ini

Disebutkan, hingga Februari 2021 utang pemerintah tercatat sebesar Rp6.361 triliun.

Sedangkan utang BUMN telah menembus Rp2.140 triliun per kuartal III 2020 lalu.

Utang perusahaan pelat merah itu terdiri dari utang BUMN non keuangan sebesar Rp1.141 triliun dan BUMN keuangan Rp999 triliun.

Dengan demikian, total utang pemerintah dan BUMN sebesar Rp8.501 triliun.

"Ini belum selesai pemerintahannya, kalau sudah selesai diperkirakan menjadi Rp10 ribu triliun utang di APBN," ujarnya.

Baca Juga: PPATK Dituding Diskriminatif saat Blokir Rekening FPI, Arsul Sani: Di Kasus Korupsi Asabri dan Jiwasraya Tidak

Rachbini mengatakan, tren utang di masa pimpinan Jokowi bertambah sangat pesat.

Pada masa akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kata dia, utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.700 triliun dan utang BUMN Rp500 triliun.

Selain itu, total utang sebesar Rp8.500 triliun itu, lanjutnya, belum memasukkan komponen utang swasta yang diprediksi tidak kalah besarnya.

"Jadi, ini rezim utang yang kuat sekarang, saya sebutnya penguasa raja utang," tuturnya.

Baca Juga: Bencana Hidrometeoroligi di Indonesia Cenderung Meningkat, BMKG Serukan Penyelamatan Laut

Didik pun menyoroti lemahnya peran DPR dalam penyusunan anggaran negara, sehingga utang melesat lepas dari kontrol para anggota dewan. Menurutnya, para wakil rakyat itu kini sudah tidak lagi berkutik.

"DPR sudah lemah seperti masa orde baru," tuturnya.

Ia pun menyebutkan, kenaikan utang perusahaan pelat merah tidak sebanding dengan setoran mereka pada negara yang cenderung kecil.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dihimpun Indef, tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas laba BUMN 10 terbesar mayoritas berasal dari PT BRI (Persero) Tbk yang diperkirakan sebesar Rp11,8 triliun di 2020 lalu.

Baca Juga: Gempa Bumi Mengguncang Wilayah Sabang, Banda Aceh Bergetar

Lalu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar Rp9,9 triliun, PT Pertamina (Persero) Rp8,5 triliun, PT Telkom (Persero) Tbk Rp8 triliun, dan PT BNI (Persero) Tbk Rp2,3 triliun.

Di luar BUMN tersebut, setoran kepada negara di bawah Rp1 triliun atau miliaran rupiah.

Belum lagi, sejumlah BUMN masih mendapatkan suntikan dana dari pemerintah. Misalnya, pembiayaan investasi pada 12 BUMN diprediksi mencapai Rp31,5 triliun pada 2020 lalu.

Padahal dalam APBN 2021 pemerintah menganggarkan kenaikan pembiayaan investasi pada BUMN tersebut menjadi Rp37,4 triliun.

"Sudah utang banyak, menyusu pada APBN, setoran kepada APBN sangat kecil, yang paling besar Rp11 triliun dari BRI, sisanya cuma Rp100 miliar-Rp200 miliar, yang rugi banyak jadi beban negara. Jadi BUMN ini menjadi kelas berat sekarang," katanya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x