Jokowi Hapus Pancasila dan Bahasa Indonesia, Refly Harun : Keduanya Memang Formalitas Saja

- 19 April 2021, 12:56 WIB
Ilustrasi belajar tatap muka
Ilustrasi belajar tatap muka /Pikiran Rakyat/

GALAJABAR – Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 tahun 2021 mengenai Standar Nasional Pendidkan yang diteken Presisden Jokowi pada 30 Maret menyatakan tak lagi mencantumkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Standar Nasional Pendidikan.

Dalam aturan ini, pemerintah memutuskan untuk menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Standar Nasional Pendidikan pada kurikulum pendidikan tinggi.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Hendarman pun angkat bicara terkait hal ini.

“Ketentuan mengenai kurikulum pendidikan tinggi pada PP SNP mengikuti UU Sisdiknas,” Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Hendarman, dikutip melalui laman resmi.

Baca Juga: Ikatan Cinta 19 April 2021 Elsa Tepati Janji Berkat Jebakan Ricky, Rendy Lihat Elsa Ricky!

Hendarman menjelaskan, terbitnya PP 57/2021 merupakan turunan dari UU 20/2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional UU 12/2021.

“Sehingga kembali kami tegaskan bahwa mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia tetap menjadi mata kuliah wajib di jenjang pendidikan tinggi,” tandasnya.

Pengamat hukum tata negara yakni Refly Harun turut menanggapi hal ini melalui Youtube Refly Harun berjudul “GAWAT!! JOKOWI HAPUS PENDIDIKAN PANCASILA DAN BAHASA INDONESIA!!”.

Refly merasa bahwa pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia terkadang hanya sebagai formalitas.

Meskipun begitu, kedua pelajaran ini tak boleh dihilangkan, menurut Refly.

Baca Juga: Ngeri! Moeldoko Cs Tantang Debat ke SBY, Politisi Demokrat AHY Cs: Hanya Habiskan Energi

“Begini, mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia itu kadang saya merasa (hanya sebagai) formalitas, tapi bukan berarti dihilangkan, itu satu soal dulu,” ujar Refly.

Refly pun menceritakan bahwa saat ia bersekolah dan kuliah, ia tidak mendapat pelajaran Bahasa Indonesia yang baik.

Refly lalu menjelaskan keterkaitan Bahasa Indonesia dengan bahasa asing seperti Inggris dan Arab dan mengatakan bahwa kita memerlukan Bahasa Indonesia setiap waktunya.

“Kita membutuhkan Bahasa Indonesia most of the time (setiap waktu),” tandasnya.

Oleh karena itu, menurut Refly justru pendidikan Bahasa Indonesia justru perlu diperkuat.

Baca Juga: 10 Fakta Menarik Lisa, Pustakawan Menawan di Genshin Impact

“Jadi menurut saya, pembelajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi justru harus diperkuat, tidak boleh sekedar formalitas, tetapi harus bisa memberikan anak didik sebuah keterampilan membaca, menulis, dan bertutur yang baik dalam Bahasa Indonesia,” ucap beliau.

Refly kemudian memaparkan lagi bahwa saat di perguruan tinggi ia mendapatkan pendidikan Pancsila yang bersifat indoktrinasi.

“Nah bagaimana dengan Pancasila? Sekali lagi ketika saya di perguruan tinggi Pancasila yang diajarkan adalah Pancasila di era orde baru, butir - butir Pancasila di perguruan tinggi, kemudian penataran Pancasila semuanya bersifat indoktrinasi,” kata dia.

Pendidikan Pancasila itu tidak mengolah daya pikir dan sebagai siswa atau mahasiswa kita tidak boleh mengkritisinya, menurut Refly.

Baca Juga: Tjahjo Kumolo Sebut Banyak PNS Pintar Terpapar Radikalisme, Sekdep IV Demokrat: Terlalu Berlebihan

“Tidak mengolah daya pikir kita, tidak mengembangkan daya nalar kita, tidak mengembangkan daya demokratis kita, semuanya dimasukkan begitu saja, tanpa kita bisa memikirkannya atau mengkritisinya,” sambungnya.

Padahal kekritisan adalah hal yang diperlukan saat belajar Pancasila, menurut Refly.

“Padahal justru kekritisan dibutuhkan ketika kita belajar Pancasila,” ucapnya.

Dari perguran tinggi seharusnya kita semua belajar Pancasila dengan kritis, menurut Refly.

"Harusnya diperguruan tinggi kita belajar Pancasila dengan kritis, menggunakan Pancasila sebagai sebuah parameter," tuturnya.***

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah