Tjahjo Kumolo Sebut Banyak PNS Pintar Terpapar Radikalisme, Sekdep IV Demokrat: Terlalu Berlebihan

- 19 April 2021, 11:50 WIB
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo.
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo. /Dok. Menpan.go.id

GALAJABAR – Tokoh Papua, Christ Wamea mengaku geram dengan pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo perihal banyaknya PNS pintar yang terpapar radikalisme.

“Di otak hanya radikalisme saja,” tulis Christ Wamea yang dikutip Galajabar dari akun Twitter pribadinya, @PutraWadapi, Senin 19 April 2021.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Departemen (Sekdep) IV DPP Partai Demokrat, Hasbil Lubis menyebut, pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang terlalu berlebihan.

Menurutnya, PNS tidak memiliki kekuatan apapun untuk melahirkan pemikiran radikalisme karena PNS sendiri merupakan jabatan administrasi bukan jabatan politik.

Baca Juga: Muhammadiyah Jadi Ormas Agama Tersukses di Dunia, Ahli Hukum: Terkadang di Indonesia Kurang Dihargai
 
“Menurut saya terlalu berlebihan pernyataan Menpan RB. Kenapa demikian? Logika berpikir saya, PNS itu bukan jabatan politik melainkan jabatan administrasi (pelaksana). Artinya tidak ada kekuatan apapun untuk melahirkan radikalisme dalam konteks era saat ini,” tulis Hasbil Lubis yang dikutip Galamedia dari akun Twitter pribadinya, @Hasbil_Lbs, Senin 19 April 2021.

“PNS tidak punya power secara politis. Ruang gerak mereka sangat tidak memungkinkan untuk membuat suatu perubahan yang ekstrem (radikalisme),” tambahnya.

Oleh karena itu, Hasbil meminta kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk fokus melawan koruptor.

Menurutnya, korupsi merupakan suatu tindakan yang sudah terlihat jelas wujudnya karena hal tersebut telah dibuktikan di pengadilan dengan memunculkan beberapa barang bukti.

Baca Juga: Resep Bihun Goreng Ala Solaria Cocok untuk Buka atau Sahur Versi Chef Devina Hermawan

Hasbil menyebut, tindakan ini sangat merugikan keuangan negara. Oleh karena, jika pemerintah fokus melawan tindak pidana korupsi di Indonesia, maka hal tersebut dapat membuat masa depan Indonesia menjadi lebih baik.

“Lebih baik pemerintah fokus perang melawan koruptor. Korupsi itu jelas wujudnya, bisa dibuktikan dipangadilan karena ada barang bukti dan lain sebagainya. Perbuatan ini lah yang sangat merugikan Negara.  lebih baik untuk masa depan Indonesia,” ungkap Hasbil.

Selain itu, Hasbil menyebut, apabila pemerintah mendapati oknum PNS yang berpendapat perihal isu radikalisme di media sosialnya, maka jangan cap mereka sebagai kaum mereka.

Menurutnya, hal tersebut hanya sekedar obrolan biasa di ruang lingkup tempat kerjanya. Jadi, hal tersebut sangat wajar karena mereka mempunyak hak untuk mengemukakan pendapat.

Baca Juga: Buku Harian Seorang Istri 19 April 2021: Cinta Dewa Semakin Kuat, Kevin-Alya Kian Meradang!

“Kalau PNS hanya sekedar beropini di media sosial ataupun sekedar obrolan biasa di ruang lingkup tempat kerjanya, ya saya kira wajar wajar saja karena mereka juga punya hak bicara kan (Demokrasi). Namun jangan langsung di cap mereka radikal. Kan tidak boleh juga seperti itu,” tuturnya.

Oleh karena itu, Hasbil meminta kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi untuk mulai mengurangi narasi-narasi tuduhan radikalisme ke PNS.

“Oleh karena itu, saya berharap mulailah mengurangi narasi narasi tuduhan radikalisme ke PNS, alasan alasan yang kalian katakan selama ini menurut saya terlalu banyak asumsi liar semata karena data konkretnya rakyat tidak pernah dapatkan,” pungkas Hasbil Lubis.

Sebelumnya, Menpan RB Tjahjo Kumolo telah mengungkapkan bahwa kini banyak PNS pintar yang terpapar radikalisme.

Baca Juga: Seorang Brimob Tewas dan Seorang Anggota Kopassus Alami Luka-luka Diduga Korban Pengeroyokan

Pernyataan tersebut ia sampaikan pada saat kegiatan rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI), Minggu 18 April 2021.

Menurutnya, fenomena tersebut dapat dilihat pada PNS yang menduduki eselon 1.

Tjahjo Kumolo menyebut, apabila mereka tidak terpapar radikalisme, maka bukan hal yang mustahil bagi mereka untuk naik ke eselon 2 yang dimana mereka bisa menjabat sebagai Kepala Badan/Lembaga.

Paparan radikalisme tersebut dapat terlihat dari hasil Tes Potensi Akademik (TPA).

Selain dari hasil TPA, Tjahjo juga menjadikan data yang diambil dari media sosial mereka dan PPATK sebagai acuan dalam menentukan PNS tersebut terpapar radikalisme atau tidak. ***

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x