Malari 1974: Aksi Protes Mahasiswa yang Ditunggangi Para Jenderal

- 5 Januari 2021, 10:33 WIB
Ilustrasi kerusuhan.
Ilustrasi kerusuhan. /Pixabay/Fajrul_Falah



GALAJABAR – Pada Januari ini, salah satu peristiwa yang bersejarah bagi Indonesia. Yaitu peristiwa pada 15 Januari 1974 atau yang dikenal sebagai peristiwa Malapetaka 15 Januari  (Malari).

Pada hari itu, dimotori oleh mahasiswa, rakyat menggugat kekuasaan Orde Baru.

Berikut galajabar rangkum dari berbagai sumber tentang peristiwa tersebut.

Pada hari itu di Bandara Halim Perdanakusuma, pukul  19.45 WIB. Pesawat Super DC-8 JAL mendarat dengan mulus di landasan.

Baca Juga: BRI Salurkan BPUM Hingga 31 Januari 2021, Segera Cek di eform.bri.co.id/bpum

Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka dipersilakan keluar dari pesawat. Tidak ada upacara militer dan sambutan kenegaraan.

Setelah menerima kalungan bunga, Tanaka meluncur ke Wisma Negara untuk beristirahat.

Presiden Soeharto dan beberapa menteri bertemu dengan Tanaka serta rombongannya pada 15 Januari 1974, tepat hari ini 47 tahun lalu, di Istana Negara.

Pada saat bersamaan, ribuan orang, yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan pelajar SMA, turun ke jalan melancarkan protes.

Mereka berteriak lantang menentang banyaknya  investasi Jepang yang masuk ke Indonesia.

Baca Juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Segera Dibuka, Simak Persyaratannya di www.prakerja.go.id

Sejak Tanaka tiba, tidak hanya Jakarta yang menjadi berbeda. Kehidupan tokoh-tokoh yang terlibat dalam gelombang protes terbesar pertama setelah Orde Baru berkuasa ini juga menjadi lain.

Saat itu, Hariman Siregar sebagai ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (DM UI) sekaligus pimpinan aksi massa pada hari itu.

Atas perintahnya, para mahasiswa long march dari kampus UI, Salemba, menuju Universitas Trisakti, Jalan Kiai Tapa, Jakarta Barat.

Di penjuru lain Jakarta, aksi massa juga berlangsung. Salah satu yang paling mencekam terjadi di Pasar Senen.

Baca Juga: Anggota DPR RI Dukung SIM Rp 0 Alias Gratis

Di sana massa membakar proyek kompleks pertokoan yang baru saja dibangun. Mereka mengajukan tiga tuntutan yang dinamakan “Tritura Baru 1974”.

Mereka menuntut  :
1. Bubarkan lembaga Asisten Pribadi Presiden (Aspri)
2. Turunkan harga
3. Ganyang korupsi.

Bagi para demonstran, modal asing yang beredar di Indonesia sudah berlebihan. Menurut mereka pula, Tanaka berikut investasi, korporasi, dan produk-produk asal Jepang adalah bentuk imperialisme gaya baru.

Beberapa slogan protes mahasiswa yang dimotori Dewan Mahasiswa (Dema), terutama tokohnya Ketua Dema Universitas Indonesia (UI) Hariman Siregar menolak modal asing dan strategi pembangunan salah arah.

Baca Juga: Ini Dia Cara Membuat NA untuk Anda yang akan Melangsungkan Pernikahan, Ternyata Mudah loh

Pada hari itu para demonstran dari  berbagai perguruan tinggi membulatkan tekad untuk apel di depan kampus Universitas Trisakti, Grogol.

Kebulatan tuntutan yaitu menolak modal asing serta secara demonstratif dilakukan berbarengan dengan kunjungan PM Tanaka.

Dalam konteks modal asing dan pembangunan ekonomi, peristiwa Malari 1974 adalah sebuah percobaan dari kalangan mahasiswa.

Sebelumnya, angkatan ’66 telah berhasil mencabut kekuasaan Orde Lama dengan harapan mendatangkan perbaikan kehidupan bangsa.

Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini, Selasa 5 Januari 2021, Stok Kosong di Sejumlah Gerai Ada Apa ya?

Namun, harapan itu sirna seiring dengan kebijakan ekonomi Orde Baru yang memilih untuk berpihak  pada eksploitasi modal asing dan investasi asing lainnya.

Protes keras mahasiswa peristiwa itu  terkait strategi pembangunan dan modal asing itu pun mendapat pengesahan dengan kerusuhan yang menyusul.

Produk-produk berbau Jepang dan modal asing dibakar, termasuk kantor Toyota Astra dan Coca Cola.

Peristiwa yang tersebut terjadi  di depan  PM Tanaka lantas memberikan banyak perubahan dalam kebijakan Jepang selanjutnya.

Setelah Malari 1974, Jepang buru-buru mengubah haluan kebijakan terhadap hubungannya dengan Indonesia.

Peristiwa  Malari 1974 juga memberikan banyak pelajaran. Secara statistik, sedikitnya 11 orang tewas, 300 luka-luka, dan 775 orang ditahan. Tinggi (PT).

Baca Juga: Usai Diperiksa 11 Jam, MYD Menyampaikan Permohonan Maaf

Tak hanya itu, pelajaran yang dapat kita ambil adalah   friksi elit yang melibatkan Jenderal Soemitro dan Jenderal Ali Moertopo telah menggunakan kekuatan massa sipil untuk merealisasikan maksud kekuasaan.

Soemitro telah menggalang massa dari kalangan kampus. Begitupun Ali Moertopo yang menggunakan lembaga Center for Strategic and International Studies (CSIS) sebagai simpul gerakan.

Setidaknya hal itulah yang dicatat para sejarawan atas peristiwa Malari 1974. Waktu berlalu, hubungan Indonesia dengan Jepang, atau bahkan dengan investasi negara lain kian berkembang dan kompleks.

Baca Juga: Lampu Motor Redup, Ini 10 Penyebab dan Solusi Mengatasinya

Namun, kritik terhadap Orde Baru yang membangun ekonomi lewat penyangga utama modal asing tanpa melakukan penguatan industri dalam negeri, patut dicatat dan menjadi perhatian saat ini.***

Editor: Brilliant Awal

Sumber: berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x