Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 19)

- 23 Mei 2021, 10:20 WIB
GUNUNG Fuji.*
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY


GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Nobuyasu tidak terima saat Nobunaga menganggap ibunya sebagai ancaman dan memerintah ayahnya untuk mengeksekusi Tsukiyama.

Namun di sisi lain, Ieyasu sudah berjanji pada Tsukiyama bahwa ia akan tetap melindungi kedua anaknya.

Ieyasu tidak punya pilihan lain selain menyanggupi perintah tersebut daripada harus mengorbankan nyawa lebih banyak orang, terutama nyawa putra dan putrinya.

Ikuto cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 9)

“Izinkan aku untuk berkata jujur. Percaya atau tidak, ini terserah padamu. Pada akhirnya, kau tetap akan melakukan segala cara untuk menghabisi mereka yang menghalangimu, bukan?” tanya Ieyasu.

Ieyasu menghela napasnya. “Itu benar, istriku membuat rencana untuk menikahkan putra sulungku, Nobuyasu dengan Putri Tei, putri sulung dari Takeda Katsuyori.”

Bisikan para pelayan dan penjaga kembali terdengar. “Tunggu! Itu tidak mungk-” Ieyasu lagi-lagi menahan Nobuyasu untuk tidak berbicara sebelum penjelasannya selesai.

“Tapi istriku tidak melakukan itu untuk menjatuhkanmu, Nobunaga. Dia berniat untuk menikahkan Nobuyasu dan Putri Tei sebagai bukti menyerahnya Takeda Katsuyori padaku."

"Istriku menyadari jumlah dan kekuatan pasukanku saat ini cukup untuk menjatuhkan Klan Takeda,” jelas Ieyasu, membuat Nobunaga sedikit ragu dengan keputusannya.

“Ya, tapi percuma saja. Aku tahu bagaimana sifatmu. Kau tidak akan mempertimbangkan itu. Lagipula, aku tidak memintamu untuk mempertimbangkannya. Ini salahku yang tidak bisa menghentikan malaikat maut itu untuk turun ke muka bumi ini.”

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 10)

Ini pertama kalinya suara Ieyasu yang selalu terdengar tidak tergoyahkan kini terdengar sebaliknya dan dipenuhi kesedihan.

“Tepian jauh sudah tidak tahan melihat istriku tersiksa. Karena itu, sejak beberapa hari lalu, tepian jauh selalu membisikan sesuatu ke dalam hatinya.”

“Putri Toku, kau bisa keluar sekarang.” Ieyasu mendongak.

Tidak seperti biasanya, tatapannya tidak tajam. Manik indahnya melukiskan sebuah tanda kekalahan.

Ieyasu menyerah. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa melindungi Tsukiyama lagi.
Sejak malam itu, sejak Nyonya Saigo memberitahunya bahwa ia melihat Putri Toku di depan ruangannya. “Aku mengaku menyerah. Kau menang, aku akan menyanggupi perintah ayahmu.”

“Ayahanda!” teriak Putri Kame. Pelukannya pada Tsukiyama semakin erat. Ia tidak percaya ayahnya bisa dengan mudah menyanggupi perintah Nobunaga.

Dari balik banyaknya pelayan, Putri Toku menampakan dirinya. Kimono indah berwarna cerah yang ia gunakan malah menciptakan suara yang cukup menjijikan saat bergesekan dengan lantai.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 11)

Putri Kame mengerat giginya, berusaha untuk tidak memaki kakak iparnya itu, tahu siapa yang menyebabkan ibunya harus melewati semua ini.

Satu tangan Putri Kame sudah menyentuh paha di balik kain kimononya, bersiap untuk mengeluarkan senjata apapun yang ada di balik kain pakaiannya itu.

Putri Toku berjalan ke samping ayahnya. Ia mengerat sedikit zirah yang Nobunaga kenakan, takut diserang sekaligus oleh suami, ayah mertua, dan adik iparnya.

Namun, di saat itulah, Nobuyasu menurunkan pedangnya. Maniknya bergetar, tidak mampu mempercayai apapun yang baru saja ia lihat dan dengar. “T-Toku… kau-” Nobuyasu bahkan tidak mampu melanjutkan kalimatnya.

Putri Toku semakin erat menggenggam sang ayah. Maniknya tidak mampu menatap manik Nobuyasu, suaminya sendiri. “Maafkan aku,” lirihan Putri Toku hampir tidak terdengar.

Nobuyasu tidak ingin mempercayainya. Putri Gotoku, istrinya sendiri menjadi alasan dari eksekusi dan kematian mendatang ibunya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 12)

“A-apa maksud dari semua ini? Kau tidak mungkn melakukan semua ini, bukan?!” tanya Nobuyasu lagi.

Ieyasu menatap menantunya itu dengan tatapan penuh kehampaan. Sesuai dengan apa yang Ieyasu katakan sebelumnya. Tatapannya memberitahu bahwa ia menyerah dan mengaku kalah.

Tidak ada apapun atau siapapun lagi yang mampu menyelamatkan Tsukiyama. Bahkan tidak ada satupun Dewa yang mampu menyelamatkan jiwa malang dari istri sah Ieyasu tersebut.

Putri Toku bisa merasakannya. Tatapan penuh kebencian Putri Kame, tatapan penuh kekalahan Tsukiyama, dan tatapan penuh kehampaan Ieyasu.

Tapi yang paling ia rasakan adalah tatapan tidak percaya, ketakutan, dan kekecewaan dari suaminya, Matsudaira Nobuyasu.

Sekilat rasa bersalah terbesit di benak Putri Toku saat mengetahui bahwa sebenarnya Tsukiyama merencanakan sesuatu demi kemenangan ayahnya.

Hatinya yang sudah dipenuhi dendam dan kecemburuan tidak bisa berpikir jernih saat mendengar bahwa Tsukiyama ingin menjodohkan Nobuyasu dengan salah satu keturunan Klan Takeda.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 13)

Namun di sisi lain, Putri Toku merasa apa yang ia lakukan benar.

Ia tidak akan sudi jika harga dirinya sebagai Putri Klan Oda tercoreng hanya karena suaminya menikahi selir keturunan klan musuh.

Meski pada dasarnya, ia melakukan hal tersebut atas dasar kecemburuan dan rasa takut. Baginya, sekalinya seseorang berkhianat, maka ia tetaplah pengkhianat.

Putri Toku mengerutkan keningnya. “Apa aku salah?! Apa kalian masih butuh bukti bahkan jika Tuan Ieyasu sudah mengakuinya?!”(bersambung)***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x