Benang Merah (Chapter 7)

16 Januari 2021, 08:44 WIB
ilustrasi benang merah /Myriams-Fotos/Pixabay



GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, saat Nia khawatir akan hubungannya dengan Nizar, ada hal lain yang perlu ia lakukan.

Tepatnya percekcokan antara Erwin dan Nizar itu sendiri.

Erwin dengan omongannya yang dingin dan tajam serta Nizar dengan kestabilan emosi yang redah menghasilkan sedikit kekacauan malam itu.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Erwin menatap sedikit lebih lama kedai kopi yang sebenarnya sering ia kunjungi.

Terakhir ia mengunjunginya baru saja kemarin, saat bersama dengan Nia.

Setelah berdebat dengan keputusannya, Erwin pun membuka pintu kedai kopi tersebut, menghasilkan bunyi pada bel pintunya.

Baca Juga: Liverpool vs Man United, Berikut Jadwal Pertandingan Lengkap Liga Inggris Akhir Pekan Ini

“Selamat datang!” sapa hangat dari sang barista dan pelayan kedai yang lainnya.

Erwin pun langsung memilih duduk di tempat favoritnya dekat jendela. “Oh? Dik Erwin?”

Merasa namanya terpanggil, Erwin menoleh. “Oh, Bunda Maya. Malem, Bund,” sapanya.

Wanita yang usianya sudah menginjak lebih dari setengah abad itu adalah Bendahara Umum di perusahaan tempatnya bekerja.

Ia sangat dekat dengan banyak karyawan.

Orang-orang memanggilnya dengan sebutan bunda karena sifatnya yang ramah dan hangat, menjadikannya sosok seorang ibu di perusahaan.

Erwin dan Bunda Maya hanya terhalang tiga kursi.

“Baru dari lapang, ya? Jarang banget kamu sempet ngopi dulu setelah kerja panjang kayak tadi. Biasanya langsung pulang atau ngerjain laporan sama editannya dulu.”

Bunda Maya membuka pembicaraannya.

Baca Juga: Liverpool vs Man United, Pogba Sebut Akui Timnya Belum Selevel The Reds

“Bunda juga. Jarang-jarang liat Bunda nongkrong kayak gini,” jawab Erwin sedikit lesu. Mungkin, karena kelelahan.

“Hm, Bunda emang lagi mumet ngitung uang, jadi Bunda nongkrong di sini dulu buat ngeteh dikit. Nanti juga balik lagi ke kantor.”

“Emang sebanyak itu?” tanya Erwin yang lagi-lagi mampu menyulut emosi siapa pun yang mendengarnya.

Erwin sangat ceroboh dalam memilih kata-kata dan nada bicara dengan orang di sekitarnya.

Beruntungnya, orang yang ia ajak bicara sudah sangat dewasa dan mampu menanggapi pertanyaan kasar Erwin itu.

“Ya, cukup banyak, sih!” Bunda Maya menyeruput tehnya.

“Aset perusahaan, jadi gak boleh bocor,” kekehnya.

Baca Juga: Thailand Open: Hari Ini Empat Wakil Indonesia Berlaga di Semi Final, Berikut Jadwal Lengkapnya

Erwin terdiam sejenak. “Oh, maaf.” Erwin menutur permintaan maaf sebelum ia mengeluarkan sebungkus rokoknya.

“Sering ke sini?” tanya Bunda Maya lagi

“Gak begitu sering. Ke sini kalau lagi gabut aja. Aku kurang suka tempat yang terlalu ramai,” jujur Erwin.

“Eh? Terus sekarang kenapa di sini? Malam minggu, loh! Pasti rame.”

Erwin yang baru berniat untuk menyalakan gulungan tembakaunya itu langsung terhenti.

Ia menarik kembali rokoknya yang sebelumnya sudah bertahta di anatara kedua lembar bibirnya.

“Entah. Rasanya lagi gak mau ngerjain sesuatu aja.”

Erwin menghela napasnya. “Permisi, aku ingin pesan Americano panasnya!” pesan Erwin sedikit berteriak.

“Kayaknya cape banget,” tebak Bunda Maya, mengetahui Erwin lagi-lagi memesan sesuatu yang pahit.

Semua tidak akan terkejut saat Erwin memesan Americano lagi dan lagi, bahkan saat di kantor.

Baca Juga: Lima Jenazah Korban Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air Teridentifikasi

“Ada sesuatu yang terjadi, kah?”

Erwin terdiam sejenak. “Aku niat memperistri seseorang,” jujur
Erwin sebelum benar-benar menyalakan rokoknya.

“Eh, jadi rumor itu bener? Semua orang emang lagi neggosipin itu, sih!” kekeh Bunda Maya.

“Ya, gak aneh juga, sih! Di angkatan kamu, kayaknya cuman kamu yang belum nikah.”

Karena ini juga lah Bunda Maya menjadi sosok ibu yang bisa diandalkan.

Tidak sedikit karyawan-karyawati yang curhat tentang masalah hidupnya pada wanita ini. Salah satunya Erwin itu sendiri.

“Sebenernya dia masih punya laki-laki. Tapi kalau dari tampangnya, dia mulai gak nyaman dan kayak takut. Sejenis kekurung sama keposesifan gitu, lah!”

Erwin menarik piringan asbak yang sedikit jauh darinya.

“Eh?” bingung Bunda Maya. “Jadi, kamunya yakin kalau dia lebih baik sama kamu?”

Baca Juga: Wayne Rooney Resmi Gantung Sepatu, Pilih Melatih Derby County

Erwin terdiam sejenak. “Apa salah kalau aku mikirnya dia bakal lebih baik sama aku? Aku juga gak akan memperlakuin dia kayak babu.”

Bunda Maya terkejut. “Kayak babu?” ulang Bunda Maya yang terkejut.
“Ya, kalau gitu keterlaluan, dong! Perempuan juga punya apa yang mereka mau. Apa itu gak diturutin?!” tanya Bunda Maya yang sedikit kelepasan.

“Ya tapi, masa depan dia sama laki-lakinya yang sekarang juga lebih kejamin daripada samaku,” lusu Erwin.

Semua orang mungkin akan terkejut saat mendengar ini. Bagaimana tidak?

Erwin adalah salah satu karyawan teladan yang tidak akan mempermasalahkan hal lain selain bekerja.

Dan hal itu ditumbangkan dengan mudah hanya karena cinta.
“Makasih,” lirih Erwin saat seorang pelayan menyimpan pesanannya.

Erwin menyeruput Americano-nya itu.

Baca Juga: Gawat ! Hari Ini Terjadi Penambahan 12.818 Kasus Positif Covid-19.

“Coba Bunda bandingin seorang calon dosen sama karyawan biasa kayak gini. Mau dilihat dari mana pun, perempuan pasti milih yang calon dosen,” keluh Erwin.

“Ya, mungkin aku cuman bingung mau ngambil langkah yang mana.” Erwin berusaha untuk berpikiran positif.

“Pertama, gini deh.” Bunda Maya seperti siap memberi masukan.

“Coba kamu pikirin, kalau laki-laki yang lebih mapan, tapi kasar sama pasangannya, apa pasangannya bakal nyaman?” tanya Bunda Maya.
Erwin terdiam. “Terus, bandingin sama karyawan biasa tapi dia memperlakukan pasangannya dengan sebaik-baiknya. Tanpa perlu dipikir juga jawabannya udah ketebak, kan?"

"Kita bukan lagi anak SMA atau mahasiswa yang masih mentingin uang. Uang bisa jadi nomor dua.”

“Bunda lagi serius, kan?” tanya Erwin yang sedikit terkejut dengan masukan tersebut. Pola pikir Erwin masih mengacu pada ‘kesuksesan seseorang adalah segalanya’. Karena itu, ia terkejut dengan masukan yang Bunda Maya berikan.

Baca Juga: Mau Tahu Menghadapi Lingkungan yang Dipenuhi Toxic People ? Ini Dia Caranya

“Bunda serius, kok! Bunda kan perempuan juga, jadi Bunda paham.” Lagi-lagi Erwin terdiam.

“Ya kalau kasusnya sampai kayak babu gitu sih, mending langsung diambil aja. Apalagi niat kamu udah jauh gitu. Mumpung janur kuning belum melengkung. Ya, dianya juga pasti bakal nanyain kepastian. ‘Kan aneh juga kalau kalian gak ada hubungan tapi kamunya berbuat sejauh itu.”

Erwin menyeringai dan terkekeh pahit. “Bunda bener.”

Bersambung...***

Editor: Brilliant Awal

Tags

Terkini

Terpopuler