Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 28)

- 2 Juni 2021, 09:25 WIB
GUNUNG Fuji.*
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY



GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Ieyasu dan Tsukiyama menceritakan mengapa ayah kakek Nobuyasu dan Putri Kame harus melakukan seppuku.

Ieyasu memberitahu bahwa kasusnya sama seperti Tsukiyama yang sama-sama ingin melindungi keluarganya.

Tsukiyama lebih memilih untuk berkorban daripada mengorbankan suami dan anak-anaknya.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

“’Ku kan terus melindungimu…” lirih Nobuyasu. “Maafkan aku, aku tidak bisa melindungimu, Ibunda,” tutur Nobuyasu pelan, namun masih mampu terdengar oleh Tsukiyama.
Nobuyasu menenggelamkan wajahnya pada kain kimono ibunya dan menyembunyikan air matanya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 18)

“Nobuyasu, kau sudah mendengar apa yang aku nyanyikan tadi?” tanya Tsukiyama. Nobuyasu mengangguk.

“Jika dengan menahanku mereka bisa membebaskanmu dan adikmu, aku akan menyerahkan diri pada mereka. Jika mereka harus membunuhku, aku tidak akan keberatan jika itu untuk membagi nyawa dengan kalian berdua.”

Tsukiyama menatap Ieyasu dengan senyuman hangatnya.

“Dan jika identitasku adalah masalahnya, aku akan menyuruh ayah kalian untuk menghancurkan tubuhku hingga mereka tidak bisa mengenaliku. Apapun asalkan aku bisa selalu melindungi kalian.”

Ieyasu menggerutu tidak jelas di bawah napasnya.

“Saat aku bilang aku tidak akan pergi kemana-mana, aku serius mengatakannya. Kalian tidak akan sendirian. Aku akan selalu ada bersama kalian. Aku akan terus hidup dalam ingatan kalian, dalam hati kalian."

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 19)

"Kita akan bertemu lagi mungkin dalam mimpi saat malam menyapa kalian. Aku akan melindungi kalian saat kalian tertidur. Aku tidak akan pernah jauh karena aku,” Tsukiyama menyentuh dadanya.

“Aku akan selalu berada di dalam hati kalian.”

“Ibunda,” Nobuyasu kembali berlirih.

Sadar dengan hawa yang semakin memberat, Ieyasu memperbaiki posisi berdirinya.

“Kame, tidakkah sebaiknya kau memberitahu ibumu soal kehamilanmu? Aku sudah berulang kali memeriksamu dan aku sudah benar-benar yakin kalau kau mengandung.”

“Wah, benarkah?!” kaget Tsukiyama seraya menatap Putri Kame.

“Wah, aku tidak menyangka Iemasa akan segera mempunyai adik!” girangnya. “Ah, dia akan menjadi cucu keempatku.”

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 20)

“Saat Tuan Nobunaga datang waktu itu, aku datang bersama Ayahanda ke gerbang, bukan? Saat itu, aku baru saja meminta Ayahanda memeriksaku karena belakangan itu aku merasa tidak enak badan. Dan Ayahanda bilang, aku mengandung anak keduaku,” lapor Putri Kame.

“Aku senang mendengarnya!” senyuman lebar kembali menyentuh bibir Tsukiyama.

“Aku harap aku bisa melihat cucuku yang baru lahir. Tapi, sepertinya itu hal yang tidak mungkin,” terdengar kekecewaan dalam nada bicaranya.

Namun, supaya Putri Kame tidak bersedih, Tsukiyama kembali tersenyum dengan penuh keyakinan.

“Kalau begitu, aku akan memastikan Nobumasa menjagamu baik-baik! Aku akan melaknat menantuku sendiri jika ia tidak bisa mengurusmu dengan benar!”

“Ibunda ini bicara apa? Suamiku pasti akan menjagaku dengan baik!” gerutu Putri Kame dengan senyuman di wajahnya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 21)

Tsukiyama merasa lega saat bisa melihat senyuman kembali ke wajah putrinya.

“Ibunda,” panggil Putri Kame, membuat Tsukiyama kembali memusatkan perhatiannya pada sang putri.

“Dari cerita tadi, berarti pernikahan Ayahanda dan Ibunda hanya sebatas pernikahan politik. Tapi, apa yang bisa membuat kalian menerima satu sama lain hingga setuju untuk menikah?”

“Aku hanya melakukan itu demi klan!” pungkas Ieyasu. Namun, Tsukiyama terkekeh saat melihat pipi Ieyasu merona.

“Kalian tahu, aku baru berusia empat belas tahun saat tahu ayah kalian adalah tunanganku. Tapi harus kalian ketahui, ayah kalian sangat-sangat dingin saat itu."

"Dia bahkan menatapku dengan tatapan tajamnya, membuatku kesulitan mendekat dan memulai pembicaraan dengannya,” Tsukiyama memulai ceritanya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 22)

“Kalian juga harus tahu, aku kira ibu kalian adalah orang yang pemalu dan anggun. Nyatanya, dia sangat periang dan kelewat aktif."

"Sesering apapun aku berusaha menghindarinya, aku pasti akan selalu melihatnya. Entah itu saat ia membantu Ayahanda Chikanaga, entah untuk belajar dengan guru besar, atau sekadar untuk membawa teh pada Yoshimoto."

"Ibu kalian ada dimana-mana, aku kadang jadi pusing melihatnya,” Ieyasu melanjutkan ceritanya.

Nobuyasu dan Putri Kame mendengarnya sambil tersenyum. Sesekali mereka akan terkekeh dengan pertengkaran kecil kedua orangtua mereka.

“Kalau begitu, kapan kalian mulai saling menerima satu sama lain?” tanya Putri Kame lagi.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 23)

Tsukiyama menatap Ieyasu, memintanya untuk menjawab. Ieyasu menghela napasnya.

“Karena secara tidak langsung ibu kalian adalah keponakan Yoshimoto, dia ingin Sena setidaknya punya satu cara untuk melindungi dirinya saat dia, aku, atau Ayahanda Chikanaga tidak bersamanya."

"Aku setuju dan memilih panahan untuk Sena. Aku mulai membuka diri pada ibu kalian setelah beberapa pertemuan latihan memanah itu.”

“Eh?!” “Ibu bisa memanah?!” (bersambung)**

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x