Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 36)

- 10 Juni 2021, 13:54 WIB
GUNUNG Fuji.*
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY



GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya, Nyonya Tsukiyama diadili langsung oleh banyak orang termasuk Nobunaga.
Saat ia dinyatakan bersalah, Nobunaga secara resmi menjatuhkan hukuman mati untuknya.

Kini, Tsukiyama sudah saling berhadapan dengan sang malaikat kematian.

Ia hanya perlu menghitung menit, bahkan detik hingga ajal menyentuhnya.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

“Atas tuduhan bersekongkol dengan musuh aliansi dan tuduhan untuk menjatuhkan Tuan Oda Nobunaga, Nyonya Tsukiyama dinyatakan bersalah!"

"Oleh sebab itu, atas keputusan Tuan Oda Nobunaga, Nyonya Tsukiyama akan dijatuhi hukuman mati untuk kebaikan negeri ini! Sekian!”

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 26)

Tsukiyama mendengarkan keputusan terakhir hakim dari Jenderal Tadatsugu dalam diam.

Ia menatap mangkuk kristal yang sudah ternodai oleh warna anggur merah di dalamnya itu.

Tsukiyama tahu dengan pasti sekuat apa kadar alkohol dalam anggur buatan orang-orang Nanban, namun ia tahu Ieyasu menaruh hal lain dalam mangkuk tersebut.

“Ieyasu, kau ingin menyampaikan keberatanmu  atau menyampaikan sesuatu?” tanya Nobunaga.

Ieyasu menghela napasnya yang dingin. Ia melangkah ke hadapan Tsukiyama dan para pengikutnya. Dalam keheningan sekitar, Ieyasu tiba-tiba mencabut pedangnya.

Suara gesekan antara besi dan sarungnya menghasilkan bunyi yang memekakkan telinga dan membuat siapa pun ketakutan.

Itu membuat para pengikutnya terkejut. Sementara itu, Tsukiyama hanya terdiam, memperhatikan Ieyasu dengan tenang.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 27)

“Muramasa,” lirih Nobuyasu, mengingat pedang itu pernah merenggut nyawa buyut dan kakeknya.

SLASH!!! Semua orang kembali dibuat terkejut saat Ieyasu tiba-tiba mengayunkan pedang tersebut, membelah daun yang jatuh di hadapannya dengan rapi, menunjukan setajam apa Muramasa yang ada di tangannya itu.

Ia memastikan bahwa mata pedang itu sangat tajam untuk memenggal kepala seseorang sekaligus dan tanpa rasa sakit.

“Istriku adalah seorang ahli politik yang handal,” tutur Ieyasu, terdengar oleh semua orang yang hadir.

Mereka langsung diam dalam kebingungan.

“Aku tidak punya bukti yang kuat, baik itu untuk memperkuat bukti bahwa Tsukiyama bersalah atau pun untuk menentang keputusan Nobunaga."

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 28)

"Tapi satu hal yang aku tahu, Tsukiyama adalah ahli politik yang paling aku andalkan di dalam klanku.”

“Sejak kecil, sejak ia masih bersama Klan Imagawa, istriku sudah bergelut dengan banyak tugas-tugas politik klan tuan dan ayahnya sendiri. Ia diberkati kelebihan tersebut dan menggunakannya untuk bertahan hidup,” lanjut Ieyasu.

“Namun,” Ieyasu mengusap pedang tersebut dengan halus.
“Satu hal yang tidak pernah ‘ku sangka adalah bagaimana cinta bisa merasukinya dan memengaruhi kelebihannya itu."
 
"Aku tidak pernah tahu itu akan memengaruhi keselamatannya sendiri. Semua itu demi klan yang lebih baik. Ia dengan senang hati akan membantuku untuk menggapai tujuanku, apapun dan bagaimana caranya.”

Ieyasu berusaha untuk menahan dirinya dan berbicara dengan tenang dan tegas. Beruntung, ekspresi hampa dan tak berperasaannya bisa menutupi segala rasa sakitnya.
“Seperti dalam kasus ini, ia hanya menggunakan kemampuan berpolitiknya dan berusaha untuk membawa keuntungan bagi klan dan aliansiku."

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 29)

"Tak peduli sejauh dan seberbahaya apapun, ia akan tetap melakukannya jika itu untukku, untuk keuntungan dan kemenanganku."

"Ia tidak hanya melakukan semua itu atas dasar tugas semata. Tsukiyama juga melakukan semua itu atas dasar cintanya kepadaku dan anak-anakku. Sehebat itu cinta bisa memabukan seseorang hingga menuntunnya menuju kematian seperti sekarang.”

Ieyasu menyerahkan pedang tersebut pada algojo yang bertugas untuk mengeksekusi Tsukiyama.

Algojo tersebut langsung memposisikan pedang tersebut lurus di atas Tsukiyama dan hanya perlu menunggu izin dari tuannya untuk memenggal.

Ieyasu berbalik dan menatap Tsukiyama. Manik berlian Tsukiyama berkaca-kaca mendengar kata-kata yang suaminya itu tuturkan.

Ia berusaha untuk tidak menangis sebelum kematiannya, namun apa itu mungkin? Terlebih, setelah ia mendengar apa yang suaminya katakan di hadapannya dan para pengikutnya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 30)

“Layaknya saat aku menjadi tahanan Klan Imagawa, aku sangat yakin bahwa semua ini terjadi karena aku masih kurang kuat untuk melakukan sesuatu tanpa perlu berkorban."

"Tsukiyama meninggalkanku beberapa hal yang harus aku lindungi di masa depan dan setidaknya, aku akan berusaha untuk bertambah kuat agar aku tidak perlu mengorbankan hal-hal tersebut,” tatapan Ieyasu sangat sayup dan kosong pada Tsukiyama.

Meski hanya beberapa langkah darinya, Ieyasu merasa ia sedang memandang jauh.

“Karena itu,” Ieyasu menatap Nobunaga.

“Aku tidak akan keberatan dengan keputusanmu. Biar ini jadi hukuman untukku dan pelajaran untuk semua orang untuk tidak bermain-main dengan cinta dan kepercayaan. Karena sekali dianggap berkhianat, kita akan menjadi pengkhianat seutuhnya.” (bersambung)**

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x