Dead Apple: Without Me (Chapter 8)

- 28 Desember 2020, 08:30 WIB
Ilustrasi apel
Ilustrasi apel /PIXABAY/congerdesign



GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, tujuh tahun yang lalu, sebuah konflik yang melibatkan banyak organisasi terjadi.

Konflik Kepala Naga bukanlah konflik biasa. Konflik bermandikan darah ini menjadi yang paling kelas di Yokohama karena banyaknya korban jiwa yang berjatuhan, termasuk kedua sahabat Hana.

Ikuti kisah selanjutnya dari manga karya Sadrina Suhendra.

“Kaori!”

Sebelum Hana menyadarinya, sebuah senjata tajam menusuk tepat pada dada Kaori. Darah segar menetes ke pipi Hana.

Kaori memuntahkan darah dari bibir mungilnya. Hana tidak bisa merasakan apa-apa lagi setelahnya.

Baca Juga: Jerry Juara MasterChef Indonesia Season 7, Ini Pesan Chef Renatta untuk Calon Peserta Season Depan

“Larilah, Hana. K-kau harus tetap bertahan h-hidup.”
Sebuah kristal berwarna kemerahan melayang menuju pria yang jelas adalah musuh Hana.

Hana pun menoleh, sadar bahwa Kaori akan jatuh saat musuh meanrik senjatanya.

DOR! DOR! DOR!

Hana mendengar suara tembakan tiga kali berturut-turut. Ia mendongak, mendapati kakaknya sudah menahan erat tubuh Kaori.

Odasaku menembakan tiga pelurunya sebagai bentuk ancaman.

Hana tahu kakaknya memang tidak berani untuk membunuh musuh karena suatu alasan.

“Odasaku, membunuh bukan dosa yang besar jika itu untuk melindungi adikmu,” ucap Dazai yang muncul tiba-tiba. Ia menatap sekitar.

“Musuh kita mengincar orang berkemampuan khusus?” bingung Odasaku.

Baca Juga: Wolves vs Tottenham: Gol Romain Saiss Bikin Bikin Mou 'Manyun'

“Mungkin. Mereka sudah mundur.”

Keheningan menyelimuti Hana. Hana bahkan bisa mendengar suara napasnya sendiri.

Aroma darah menusuk indera penciumannya. Odasaku menidurkan tubuh Kaori yang mulai mendingin di samping Hana.

Keduanya sangat tenang seperti sedang tertidur.

Rasa bersalah menyelimuti Hana. Hatinya terus memaki dan mengumpat.

Hana berusaha sebisa mungkin untuk tidak membuat suara dari tangisnya. Tapi sayangnya, keheningan tidak berpihak padanya.

“Andai aku bisa lebih berhati-hati,” isak Hana. “Kenapa kalian meninggalkanku dengan rasa bersalah ini?”

Baca Juga: Liverpool vs West Brom: Strategi Allardyce Rusak Rekor The Red di Anfield

Bahkan Odasaku sekali pun tidak bisa berbuat banyak. Jika ia menenangkan Hana dengan kata-kata hangat, itu sama saja dengan meremehkan perasaannya.

Odasaku membairkan adiknya mencurahkan segala emosi yang ia rasakan.

“Mereka sudah pergi. Mereka tidak akan kembali walau kau menyalahkan dirimu seperti itu. Mereka sudah berbeda dunia dengan kita, jauh dari kita.”

Kalimat Dazai menarik paksa Hana untuk kembali pada kenyataan.

Hana menidurkan tubuh tak bernyawa Yuzuru di samping Kaori.

Ia menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah Kaori. “Selamat tidur, Kaori.”

Hana menatap mayat Yuzuru. Tangannya yang bergetar mengusap halus pipi Yuzuru yang dingin.

“Selamat tidur, Yuzuru.”

“Beristirahatlah dengan tenang, kalian.”

Baca Juga: Parodi Indonesia Raya Beredar di Dunia Maya, Pelakunya Diduga Warga Malaysia

Hana pun berdiri. Semua hanya terdiam, mengikuti gerak-gerik yang Hana buat.

Ketika amarah Hana sudah di luar kendali, tidak ada satu pun dari mereka yang mampu menghentikan Hana, termasuk Odasaku dan Dazai.

Itu alasan orang-orang menakuti Hana. Karena amarahanya yang bisa memporak-porandakan satu bangunan.

“Kalau kita bisa mengabisi seluruh anak buah musuh kita, dia akan berpikri dua kali untuk menyerang kita lagi. Apa aku salah?” tanya Hana dengan anda terdinginnya.

“Benar,” jawab Dazai yang sama seriusnya. “Apa yang akan kau lakukan?”

Menggunakan kemampuan khususnya, Hana membentuk sayap-sayap pisaunya.

“Di Port Mafia, nyawa akan dibayar dengan nyawa. Itu hukum mutlak yang bos kita terapkan. Tidak hanya untuk Kaori dan Otonashi, aku akan membayar semua nyawa yang jatuh di Yokohama malam ini."

Baca Juga: Pelaku Ditangkap Warga, Begini Kronologi Pelemparan Bom Molotov ke Masjid Al-Istiqomah Cengkareng

"Jika kalian tidak mau, kalian tunggu saja di sini, menunggu bos kecewa pada kalian. Aku tidak keberatan jika harus mati demi Port Mafia dan Yokohama.”

Kepakan sayap Hana mampu menciptakan angina yang kuat, menjadikan Hana bidadari yang melesat di langit-langit bercerminkan darah Yokohama.

Dazai terkekeh. “Gawat. Bidadari kita mengamuk.”

Hana menghabiskan malam tersebut untuk menghabisi musuhnya.

Lebih dari delapan puluh persen musuh Hana habisi dengan tangannya sendiri.

Dazai bahkan sampai terkagum-kagum. “Wow, aku tidak keberatan jika dia mau membunuhku dengan pisau-pisau itu.”

Benar, tidak ada gunanya menyalahkan diri sendiri. Tapi tetap saja, Hana menganggap kematian Kaori dan Yuzuru adalah salahnya.

Baca Juga: Bansos Tahap IV Provinsi Jabar Sasar Nyaris 2 Juta Keluarga Rumah Tangga Sasaran

Ia tidak bisa memaafkan dia yang membunuh keduanya. Ia juga tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

Hana hanya bisa berusaha untuk menebus dosanya tersebut.

Hana menuruti permintaan terakhir kedua sahabatnya. Untuk lari dan untuk tetap hidup.***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah