Mereka yang Kau Tulis (Chapter 9)

- 29 Januari 2021, 08:39 WIB
Ilustrasi menulis.
Ilustrasi menulis. /StockSnap/pixabay.com/stocksnap


GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Leona akhirnya mengungkapkan isi dari cerita yang ia tulis pada adiknya, Leon.

Di sisi lain, arwah atau sosok dari karakter fiksi yang Leona tulis lolos dari ceritanya.

Alecdora, sosok tersebut menghantui Leona karena tidak merestui jalan cerita yang Leona tulis.

Leona sadar dengan akan terjadi saat kemampuan abnormalnya sebagai penulis aktif.

Ia sadar, ia telah mengacaukan semuanya.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Leona menyusuri markas besar angkatan darat negaranya itu.

Ia berjalan sedikit demi sedikit menuju ruangan Mayor Jenderal Leo Rouen, kakaknya sendiri.

Di tangannya, ia menjinjing kantung tempat makan yang sudah di isi dengan makanan hangat.

Baca Juga: Carlo Milk, Pemeran Rafael Dalam Sinetron Ikatan Cinta Ini DIa Sosok Aslinya

“Ayunda, apa yang kau lakukan di sini?”

Leona yang mengenali suara itu langsung berbalik. “Oh, Leon?” benar, yang tadi bertanya padanya adalah adiknya, Leon.

“Bibi Erika bilang Kakanda melupakan makan siangnya karena terburu-buru. Jadi aku mengantarnya ke sini.”

“Padahal sekarang sedang sangat berangin seperti ini, loh! Ayunda bisa sakit,” khawatir Leon.

Leona terdiam. Ia tahu kalau kondisi cuaca berangin saat itu adalah karena ulahnya sendiri.

Ia tahu kalau angin dingin dan awan gelap yang menutupi kotanya adalah karena Alecdora yang kabur dari lembar tulisannya.

“Aku tidak apa-apa, kok!” Leona meyakinkan adiknya itu kalau ia baik-baik saja. “Kalau begitu, aku akan ke ruang Kakanda dulu untuk mengantar ini.”

Baca Juga: Tottenham vs Liverpool, The Reds Akhirnya Kembali Rasakan Aroma Kemenangan

Leon mungkin tidak mengetahuinya, tapi semua yang Leona katakan sebelumnya hanyalah kebohongan.

Sejak semalam, Leona tidak bisa tertidur nyenyak. Kepala dan tubuhnya terasa berat. Bahkan untuk berjalan saat ini pun ia nampak memaksakan.

Kebohongan itu langsung terbongkar sesaat setelah Leona berbalik. “Loh?” bingungnya saat tubuhnya terhuyung ke belakang.

“Ayunda!” teriak Leon saat sadar kakak perempuannya itu akan terjatuh dan mengenai lantai.

“Sial, aku tidak akan sempat!” gerutu Leon dalam hatinya.

DAPP! Sebelum tubuh dan kepala Leona membentur lantai yang dingin, seseorang menarik tangannya dan mendekapnya.
“Ada apa?!” panik orang tersebut.

“Laksamana Muda?!” kaget Leon yang sadar akan atasannya.

“W-William?” tanya Leona, memastikan bahwa orang yang baru saja mendekapnya adalah William, tunangannya.

“Iya, aku di sini. Apa yang terjadi?” tanya William lagi.

“Aku baik-baik saja,” lirih Leona yang jelas sangat salah. “Aku hanya sedikit pusing.”

“Ayunda, sebaiknya kau duduk dulu,” saran Leon yang menghampiri.

William menuntun Leona ke bangku terdekat agar ia bisa duduk.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 1)

Leona menyentuh kepalanya yang pusing dan kunang-kunang, berharap pandangannya yang pudar bisa kembali jelas.

William terus menemaninya hingga Leona setidaknya bisa kembali melihat jelas.

“Laksaman Muda, apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Leon.

William mendongak, menatap pemuda di hadapannya.

“Aku ada urusan sedikit dengan para perwira tinggi angkatan darat,” jawab William yang langsung dibalas dengan Leon yang ber-oh-oh ria.

“Maaf, aku sudah baik-baik saja,” tutur Leona.

Jemari William menyentuh pipi hingga kening Leona.
“Hangat,” lirihnya, memberitahu bahwa Leona terkena demam.

“Jangan memaksakan diri, sebaiknya kau segera pulang.
Apalagi kondisinya sedang berangin seperti ini.”

“Baik,” lirih Leona, menjawab.

“Aku akan mengantarmu-“

“Jangan! Kau masih punya urusan dengan para perwira tinggi, ‘kan? Aku akan segera pulang!” Leona kini meyakinkan William kalau ia baik-baik saja.

“Leon, tolong antar ini pada Kakanda.”

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 2)

William tidak bisa mempercayai Leona begitu saja. “Dik Leon, bisa kau antar kakakmu sampai ke rumah? Biar aku yang mengantar makan siangnya.”

“L-laksanakan!” balas Leon, seakan itu perintah resmi dari atasannya. Leon pun menuntun Leona yang masih sedikit pusing.

Setelah menghilang dari pandangannya, William berbalik untuk memenuhi amanat yang Leona titipkan untuk Leo.

-

“Mayor Jenderal, Laksamana Muda sudah di sini untuk menemui Anda,” lapor salah satu bawahan Leo.

Leo mendongak dari lembaran laporan yang sedang ia kerjakan. “Bawa dia masuk!”

“Laksanakan!”

“Selamat siang, Leo,” sapa William pada rekan sekaligus temannya itu.

“Sepertinya ada yang direpotkan oleh calon istrinya sendiri,” Leo menyeringai.

William menyimpan kantung kotak makan siang yang sebelumnya Leona amanatkan padanya di atas meja.

“Dia terserang demam. Aku tidak bisa memaksakannya untuk bertemu denganmu atau dia akan kau marahi habis-habisan,” kekeh William.

“Apa yang kau harapkan? Dia itu adikku,” canda Leo.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 3)

“Kau sudah jauh-jauh datang dari markasmu, bagaimana kalau minum sedikit?” tawarnya.

“Tentu,” jawab William. Leo pun mengeluarkan anggurnya dan beralih ke sofa tamu di ruangannya.

Leo menuangkan anggur tersebut ke dalam gelas yang William gunakan.

“Jadi, aku masih penasaran, apa ada cara yang tidak bisa aku lakukan untuk membahagiakan gadis dengan emosi tidak stabil seperti adikku itu.”

Leo membuka topik pembicaraannya.

William terkekeh. “Apa kau malah meragukanku sekarang?”

“Jangan salah paham, Will! Aku hanya penasaran.” Leo meneguk anggurnya itu.

“Aku mungkin belum bisa memikirkannya. Dia saja nampak menolakku.”

“Jadi, kenapa Leona menitipkan makan siangku padamu jika dia memang menolakmu?” bingung Leo. Ia menghela napasnya.
“Sama seperti Ibunda, pemikiran Leona sangatlah rumit. Dia itu gadis yang aneh,” jujur Leo.

“Tapi tidak ada gadis lain sebaik dirinya,” tambah William sebelum meneguk kembali anggurnya.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 4)

“Ngomong-ngomong, wilayah utara kota mengalami kerusakan yang cukup parah karena badai angin kemarin.” William membelokan topik pembicaraannya.

Leo nampak melamunkan sesuatu dengan serius. “Aku sempat berpikir. Aku kira, badai angin tadi malam adalah ulah adikku.”

“Hm? Ulah Leona?” tanya William memastikan.

“Dia berusaha melarikan diri dari kenyataan,” tutur Leo lagi.

Setelah sedikit berpikir, akhirnya William mengerti dengan maksud Leo. Ia meneguk anggurnya sekali lagi.

“Aku baru ingat,” gumam William. “Sama sepertinya Nyonya Ariel. Dia adalah…”

“Penulis hantu.”

Bersambung...**

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah