Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 37)

- 11 Juni 2021, 10:25 WIB
GUNUNG Fuji.*
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY



GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, setelah keputusan akhir ditentukan, Ieyasu diberi kesempatan untuk berbicara.

Ieyasu menjelaskan bagaimana Tsukiyama merupakan ahli politik yang paling ia andalkan di dalam klan.

Ia juga menjelaskan sehebat apa cinta bisa membutakan Tsukiyama dan menggunakan keahliannya itu demi cinta.

Ieyasu ingin kematian Tsukiyama menjadi pelajaran bagi orang-orang untuk tidak bermain-main dengan cinta dan kepercayaan.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 27)

Tatapan Ieyasu berpindah pada Putri Toku yang berada di samping Nobunaga. Mendapat tatapan tak terbaca seperti itu membuat Putri Toku merinding.

Ia mungkin tidak akan merasakan sakitnya sayatan pedang atau tembakan peluru yang bisa membunuh.

Tapi dengan tatapan dan kata-kata Ieyasu sebelumnya, hati Putri Toku seakan tercabik-cabik oleh rasa bersalah.

“Kau… tidak membenciku?” tanya Putri Toku dengan suara bergetar, ragu akan kata-kata Ieyasu yang baru saja menyambar hatinya.

Namun di saat itulah, Putri Kame kehilangan kendalinya, muak mendengar suara Putri Toku.

Putri Kame mengeluarkan pedang pendek dari balik lengan kimononya.

Dengan tangisan ia berlari menuju Putri Toku dan berniat untuk menyerangnya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 28)

Nobunaga yang melihatnya pun langsung ikut menarik pedangnya hanya untuk berjaga-jaga apabila Putri Kame benar-benar menyerang Putri Toku.

“Tunggu, Kame!” beruntung, Nobumasa ada di dekat Putri Kame dan bisa menahan istrinya sebelum ia bisa mengangkat senjatanya.

“Tenangkan dirimu, Kame!” pinta sang suami.

“Lepaskan aku! Aku harus memberi pelajaran pada pembunuh itu!” jerit Putri Kame.

“Tidak, Kame! Jernihkan pikiranmu! Kalau seperti ini, kau akan ikut terbunuh! Anak dalam kandunganmu pun akan ikut terbunuh!” Nobumasa berusaha dengan sangat keras untuk menahan Putri Kame.

Namun, karena ia sedang memegang senjata tajam, Nobumasa harus ekstra hati-hati.

Terlebih, Putri Kame adalah seorang ksatria wanita yang tentu memiliki kekuatan fisik yang lebih baik dari perempuan lain.

“Kalau begitu, biarkan aku mati bersama ibuku!” amuk Putri Kame. “Ibunda!”

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 29)

Panggilan itu sampai ke telinga Tsukiyama. Ia tidak bisa melihat pemandangan yang kacau di hadapannya.

Tsukiyama mulai menangis. Ia menutup mulut dengan kedua tangannya, berharap itu bisa menyembunyikan isakannya.
“Bertahanlah tanpaku, putriku,” lirih Tsukiyama dalam hati.

“Apa tidak ada yang bisa kita lakukan, suamiku?” tanya Putri Ofu yang hadir bersama suaminya, Hojo Ujinao.

“Ujinao, tolong bantu aku melepas belati di tangannya!” Nobumasa meminta tolong.

Yang dimintai pertolongan pun langsung membantu. Ujinao menahan pergelangan tangan Putri Kame dan merebut pedang tersebut dengan paksa.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 30)

Setelah belati tersebut terlepas dari genggaman Putri Kame, Ujinao langsung melemparnya ke tanah.

Ia pun membantu Nobumasa mendorong Putri Kame mundur hingga terjatuh.

“Kame!” melihat adiknya ditahan dengan cara paksa, rasa takut akan kembali kehilangan orang terkasihnya langsung mengambil alih hati Nobuyasu.

Ia sudah siap menarik pedangnya untuk melukai siapa pun yang menyakiti Putri Kame.

Setelah akan kehilangan ibunya, ia tidak bisa mengambil resiko lagi untuk kehilangan adiknya.

SRING!!! Namun, sebelum Nobuyasu bisa sepenuhnya mencabut pedangnya, Ieyasu menahan pedang Nobuyasu untuk tetap berada dalam sarungnya dan menghentikannya.

Ekspresi penuh ketakutan Nobuyasu tergantikan dengan kebingungan. Ia menatap ayahnya yang kini sedang menatapnya dengan penuh kesedihan.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 31)

“Cukup sampai di situ, putraku,” tutur Ieyasu dengan nada lembut dan memohon.

“K-kenapa?” tanya Nobuyasu yang kecewa.

“Aku tidak bisa mempertaruhkan nyawamu dan adikmu lagi. Tidak setelah aku berjanji pada ibu kalian untuk selalu menjaga kalian berdua. Karena itu, bantu aku memenuhi janji itu padanya.”

“Ayahanda,” lirih Nobuyasu berusaha untuk tetap tenang.
Suara tangis histeris Putri Kame terdengar ke segala sisi danau.

Nobumasa dan Ujinao masih berusaha untuk menahannya dan Putri Ofu berusaha keras untuk menenangkannya.

Setelah tenaganya mulai habis, Putri Kame pun hanya bisa menangis di pelukan suaminya.

Membawanya kembali ke kastil atau istana pun tidak mungkin karena Putri Kame akan semakin mengamuk jika dijauhkan dari ibunya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 32)

Karena itu, Nobumasa hanya bisa memeluk sang istri hingga ia tenang.

Sementara itu, Tsukiyama masih menangis dalam diamnya.
“Maafkan aku, Kame, Nobuyasu,” lirihnya di sela tangisan. (bersambung)***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x