Mereka yang Kau Tulis (Chapter 10)

- 30 Januari 2021, 08:41 WIB
Ilustrasi menulis.
Ilustrasi menulis. /StockSnap/pixabay.com/stocksnap



GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, perasaan berlebih yang Leona rasakan membuatnya terjaga di malam hari.

Ia yang kekurangan proporsi tidur untuk kesehatannya pun terserang demam, apalagi dengan kondisi berangin yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

Sementara itu, Leo dan William yang sedang mengadakan pertemuan khusus pun memang mengira bahwa badai itu akibat ulah Leona.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

“Dimana Leona?” lagi-lagi itu pertanyaan pertama yang Leo tanyakan pada Leon saat pulang dari markas militernya.

“O-oh, soal itu. Sepertinya Ayunda masih asik menulis di kamarnya.

Semenjak Bibi Erica memberinya obat demam ia tertidur cukup lama dan saat ia bangun ia langsung menanyakan meja lipat, pena, tinta dan kertasnya,” lapor Leon.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 1)

“Dia itu tidak pernah belajar, ya?” gerutu Leo yang sudah lelah dengan adik perempuannya itu.

Leo pun memutuskan untuk kembali ke ruang kerjanya sebelum makan malam selesai.

“Tunggu, Kakanda!” tahan Leon. Leo berbalik, menunggu adik bungsunya melanjutkan pembicaraannya.

“Ada yang ingin aku bicarakan.” Leo terdiam sejenak. “Tentang novel yang Ayunda tulis.”

Leo akhirnya mengajak Leon ke ruang kerjanya. Ia ingin Leon membicarakannya tanpa terganggu oleh apapun, jadi ruang kerjanya adalah pilihan yang tepat.

“Saat Ayunda bilang ia akan menulis lanjutan dari Telaga Penyesalan karya Ibunda."

"Aku kira dia akan menulis versi bahagia untuk akhir ceritanya dan Ayunda berniat untuk mengobati apa yang ia rasakan dengan menulis hal seperti itu."

"Tapi kenyataannya, cerita yang Ayunda tulis berbanding terbalik dengan yang aku kira.” Leon memulai penjelasannya.

“Apa maksudmu?” tanya Leo.

“Saat Ayunda meminta bantuanku untuk mengambilkan meja lipat dan peralatan menulisnya, aku membaca sedikit apa yang Ayunda coba untuk tulis.”

Leo terdiam, menunggu adik bungsunya itu untuk melanjutkan ceritanya.

“Berbeda dari yang bayangkan, Ayunda berniat untuk menulis versi tragis dari novel romansa pertamanya, Kisah Kastil Cahaya.”

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 2)

Setelah mendengar itu, Leo langsung sepenuhnya mengalihkan perhatiannya pada sang adik bungsu.

“Hal yang coba Ayunda tulis adalah tentang bagaimana putri dari suatu kerajaan tidak direstui hubungannya dengan putra Dewa Bencana."

"Tepian dekat akan mengalami bencana hebat jika keduanya benar-benar bersatu."
 
"Oleh karena itu, raja memutuskan untuk menjodohkan putrinya dengan perwira muda, ksatria dari kerajaan itu untuk melindungi tepian dekat dari amukan Dewa Bencana."

"Tapi justru, putra Dewa Bencana itu malah tak terima dan semakin mengamuk, menyebabkan bencana yang lebih besar dari yang pernah Dewa Bencana janjikan jika putranya bersama dengan sang putri,” jelas Leon panjang dan lebar.

Leo mengerutkan keningnya, tidak menyangka adik perempuannya akan menulis sejauh itu.

Leon menatap keluar jendela, melihat bagaimana angin kencang masih bertiup.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 3)

“Aku rasa, benar badai ini bertiup karena Ayunda. Tapi di sisi lain, Ayunda juga sama menderitanya dan berusaha untuk membuka hatinya dari pada Laksamana William.”

“Kau mau bilang badai ini sebenarnya menutup hatinya juga?” tanya Leo.

“Aku yakin alasan Ayunda berusaha lari dari tanggung jawabnya hanya karena ia takut untuk membuka hatinya."

"Kakanda tahu seterpukul apa Ayunda saat Ibunda pergi. Karena itu ia menutup hatinya dan tidak bisa asal mempercayai orang lain.”

Leo sedikit berpikir. Ia menyadari kalau apa yang Leon katakan cukup masuk akal.

Wajar saja Leona akan menulis cerita semenyakitkan itu untuk menyayat hatinya.

Ia berusaha untuk menggantikan rasa sakit dari perjodohannya dengan rasa sakit yang beru dan lebih menyakitkan.

“Sepuluh tahun lalu aku tidak memahami apapun karena masalah usiaku. Tapi, kenapa caranya harus serumit ini?! Ayunda sampai tersiksa hanya untuk memenuhi tanggung jawabnya ini?” Leon sepertinya semakin kesal.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 4)

“Pendewasaan. Masa lalu kakakmu selalu dinaungi dalam perlindunganku dan Ibunda. Karena itu, Leona harus siap secara mental untuk menghadapi dunia. Apalagi yang akan menjadi suaminya adalah seorang perwira tinggi.”

Leon terdiam dengan penjelasan dari kakak sulungnya itu.

“Aku yakin dia sadar akan hal itu. Makanya ia menempatkan dirinya dalam semua penderitaan ini,” lanjut Leo, menutup penjelasannya.

Leon menunduk. Ia sama tidak tahannya dengan Leona. Tapi di sisi lain, ia tidak bisa berbuat apa-apa.

“Aku mengerti, Kakanda.” Ia mengerat setelan militernya dengan erat. “Aku hanya merasa kalau kita telah mengusir Ayunda,” jujur Leon.

Leo tersenyum tipis dan hangat. “Leon,” panggilnya halus. Leon langsung mendongak. “Aku mengerti perasaanmu, tapi…”

“Kau harus tahu kalau kakak perempuanmu itu tidak selemah yang kau pikirkan.”

Bersambung...***

Editor: Brilliant Awal


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah