Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 38)

- 12 Juni 2021, 09:40 WIB
GUNUNG Fuji.*
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY


GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Putri Kame kehilangan kendalinya dan berniat untuk menyerang Putri Toku yang ia anggap sebagai pembunuh ibunya.
Kekacauan terjadi seketika.

Beruntung Ieyasu bisa menghentikan anak-anaknya itu dan meminta mereka untuk membantunya menepati janji pada Tsukiyama.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Setelah masalah mereda, proses eksekusi segera dilanjutkan. “Nyonya Tsukiyama, kau tidak memiliki pembelaan?” tanya Nobunaga setelah ia bertanya pada Ieyasu.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 28)

Tsukiyama mengusap air matanya. Ia pun menggelengkan kepalanya pelan. Tsukiyama tidak memiliki apa-apa lagi untuk diucapkan.

Ia juga sudah merasakan tajamnya sabit kematian di lehernya.

Tsukiyama memberanikan diri untuk mengedarkan pandangannya dan menatap Ieyasu.
Yang ditatap hanya membalas tatapannya dengan suatu kehampaan. Senyuman tipis melukiskan kesedihan di wajah Tsukiyama.

“Kuatkan dirimu, Ieyasu. Aku ingin kau melihat saat terakhirku, hingga tetesan terakhir cintaku mengalir bersama darahku,” ucap Tsukiyama dalam hati.

Itu hanya bisa menjadi permintaan dalam diamnya. Ia tahu Ieyasu pasti mampu mengabulkan hal tersebut tanpa perlu diminta.

Ieyasu hanya tinggal menghitung detik hingga Tsukiyama kehilangan nyawanya. “Kenapa dia tersenyum seperti itu?” gerutu Ieyasu dalam hati. Senyuman semacam itu justru semakin menyayat hatinya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 29)

Namun, Ieyasu tersentak akan sesuatu. Ia melihat Tsukiyama mengarahkan badannya pada Ieyasu dan membungkuk.

Jemarinya menyentuh tanah dan pandangan ia jatuhkan.  Ia memberi hormat pada Ieyasu untuk terakhir kalinya. “Sena,” lirih Ieyasu.

“Ieyasu, aku berbohong padamu saat aku bilang aku muak denganmu. Bagaimana mungkin aku bisa muak dengan suamiku sendiri?"

"Tapi pada akhirnya, ini semua salahku yang egois menginginkan cintamu sendirian untukku. Apa cinta semacam itu masih bisa aku sebut cinta?” tanya Tsukiyama dalam tundukannya.

Tidak ada seorang pun yang bisa mendengar curhatan hatinya itu.

Tubuh Ieyasu mulai bergetar karena menahan tangis, Ia berusaha sebisanya untuk menahan seluruh air matanya.

Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak tumbang di hadapan Tsukiyama, Nobunaga, dan para pengikutnya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 30)

“Namun, Ieyasu. Seperti apa yang aku katakan sebelumnya, aku tidak menyesal jika harus mati dengan cara seperti ini. Selama itu demi kebaikanmu, demi anak-anak kita, aku tidak akan pernah bisa menyesalinya,” lirih Tsukiyama dalam hati.

Senyuman kesedihan masih setia bertahta di wajahnya.

“Maafkan aku yang selalu menyusahkanmu bahkan hingga saat terakhirku. Maafkan aku yang masih membutuhkanmu bahkan dalam hembusan napas terakhirku.”

Tsukiyama menatap kosong mangkuk bersisi anggur merah beracun di hadapannya itu.

“Aku akan memenuhi janjiku untuk selalu mendengarkanmu dan memperhatikanmu dari sana. Aku mencintaimu, suamiku, hingga hembusan nafas terakhirku.”

Tangan Tsukiyama yang bergetar berusaha untuk menangkup mangkuk yang ada di hadapannya.

Saat Tsukiyama sudah mengangkatnya, Nobunaga mulai menaikan kipas besinya sebatas dada, memberi aba-aba untuk memenggal Tsukiyama.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 31)

Tsukiyama menghela napasnya yang bergetar. Ia menatap bayangannya dalam anggur tersebut.

Ia memberanikan diri untuk menempelkan bibirnya pada tepian mangkuk tersebut dan mengambil tegukan dari anggur beracun tersebut.

Tingkat alkohol yang kuat mulai mulai memabukannya dan racun yang mematikan mulai mengambil alih sistem syarafnya.

Halaman:

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x