Dead Apple: Without Me (Chapter 20/Tamat)

- 9 Januari 2021, 09:10 WIB
Ilustrasi apel
Ilustrasi apel /PIXABAY/congerdesign


GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya, ketika semua sudah kembali normal;, Hana harus terpukul oleh kenyataan bahwa kedua arwah sahabatnya harus kembali ke alam yang berbeda. H

ana yang sudah terbebeas dari efek kemampuan khusus Hatsune pun kembali bersedih.
 
Tapi saat kembali, Hana kembali disadarkan bahwa ia masih memiliki putrinya yang menyambutnya dengan senyuman manis, mengingatkan Hana bahwa ia tidak pernah sendiri.

Ikuti kisah pamungkas manga karya Sadrina Suhenndra.
 
Baca Juga: Dead Apple: Without Me (Chapter 10)

“Kemampuan khususku, Dewi Pelindung!”

“Eh?” Diana bingung dengan kemampuannya yang tidak merespon panggilannya.
 
Dazai sudah menggenggam pergelangan tangannya seraya berpangku dagu. “Kenapa kemampuan khususku tidak mau keluar?!” kesal Diana.

Hana berdiam di pintu dapur dengan mangkuk adonan di tangannya.
 
“Sayang, kemampuan khusus Papa adalah No Longer Human. Dia bisa mentralisir kemampuanmu untuk beberapa saat saat dia menyentuhmu. Apa kau lupa?”

Diana menarik tangannya. “Papa curang! Itu tidak adil, Papa!” tuduh Diana.
 
Baca Juga: Dead Apple: Without Me (Chapter 11)

“Papa memang buruk dalam bertarung. Maafkan dia, Sayang,” ejek Hana, membuat Dazai kesal.

“Apa-apaan?!”

“Tapi kemampuan Papa adalah yang terkuat!” teriak Diana. “Dengan kemampuan itu, tidak ada seorang pun yang bisa mendekati kita! Benar, ‘kan?”
 
Dazai mengacak surai putrinya. “Itu tidak hanya sekedar kemampuan khusus. Itu juga bagian dari diri Papa.”

“Kalau begitu, Dewi Pelindung juga bagian dari diriku!” celoteh Diana. “Aku akan melindungi Mama dan Papa!”

“Baiklah, Dewi Pelindung, waktunya tidur!” titah Hana seraya menggendongnya dan membawanya ke kamar. Dazai mengikuti dari belakang.
 
Baca Juga: Dead Apple: Without Me (Chapter 12)

Setelah Diana tidur, Hana mematikan lampu kamar tersebut. Hana menarik sedikit selimut putrinya lebih tinggi, tidak lupa dengan kecupan di kening. “Mimpi indah,” bisik Hana.
 
Hana berbalik, mendapati Dazai yang sudah bersandar pada bingkai pintu.
 
“Bagaimana dengan masa depan putri kita?” tanyanya sesrius namun dengan senyuman tipis yang masih terlukis.

“Aku tidak tahu,” lirih Hana seraya memeluk Dazai. Yang dirangkul hanya mengusap puncak kepala Hana.
 
“Jam sekolah normal? Membangunkannya setiap pagi, membiarkannya bermain dengan teman-temannya atau bahkan berkencan? Aku tidak yakin kehidupannya akan berjalan seperti itu."
 
 
"Dia sudah memilih jalannya sendiri untuk melindungi orang-orang. Aku juga ingin dia memihak pada mereka yang menolong banyak orang, sepertimu. Dia sangat mengagumi kakakku.”

“Dia akan menjadi penyelamat yang hebat, bukan?” kekeh Dazai.

“Mungkin, Dazai.” Hana ikut terkekeh.
 
“Aku ingin dia bersikap netral pada pemerintahan bawah dan atas. Tidak seperti Divisi Tindak Khusus yang hanya memprioritaskan politik atas."
 
"Mereka sampai berani menuduh orang lain demi mempertahankan politik mereka.”

Dazai kembali terkekeh. “Kau harus melupakan itu, Hana.”

“Mau bagaimana lagi? Aku tidak ingin ia bergabung dengan Port Mafia. Di sisi lain juga aku tidak akan membiarkannya menjadi orang jahat sepertiku.”
 
Baca Juga: Dead Apple: Without Me (Chapter 14)

“Kau tidak tahu seberapa besar cintaku untuk kalian berdua.”

“Baby, I'm the one who put you up there.
I don't know why...
Yeah, I don't know why.”

Masih sangat pagi saat itu di Yokohama. Tangan Hana sudah memegang empat buket bunga yang berbeda. Dinginnya fajar menusuk hingga ke tulang, membuat Hana sedikit mengigil.

Hana mengenakan seragamnya yang rapi. Maniknya yang indah memantulkan cahaya fajar yang sebentar lagi akan sepenuhnya terbit.
 
Sebentar lagi Hana harus kembali ke markas besar Port Mafia. Ia memutuskan untuk mampir ke komplek pemakaman umum yang ada di Yokohama. Hana menatap tiga batu nisan yang ada di hadapannya.

Hana berjongkok dan menyimpan buket bunga di masing-masing makam tersebut. “Lili putih untuk Kaori, Anyelir untuk Hatsune, dan Krisan untuk Yuzuru.”
 
Baca Juga: Dead Apple: Without Me (Chapter 15)

Terakhir, Hana menatap sisa buket buga mawar yang masih ia genggam. Hana mengedarkan pandangannya, menatap makam Odasaku dari kejauhan.
 
“Aku benar-benar minta maaf karena tidak bis atinggal lebih lama. Aku akan mengunjungi kalian lagi secepatnya,” pamit Hana.
 
Ia sedikit berlari menuju makam kakaknya, Odasaku.

Sesampainya di sana, Hana menaruh buket bunga mawar tersebut. Hening menyelimutinya untuk beberapa saat.
 
Hanya suara ombak yang saling bertambrakan dan burung camar yang terdengar dari pelabuhan.
 
Baca Juga: Dead Apple: Without Me (Chapter 16)

“Kakak, aku sudah melakukan semua yang terbaik agar kemampuanku bisa ‘ku gunakan untuk menjadi orang baik, termasuk mendidik keponakanmu yang manis itu. Tolong perhatikan aku lebih jauh. Hanya sampai aku bisa kembali menemuimu di alam sana, Kakak.”

“Selalu, aku akan berusaha untuk menjadi wanita yang baik untuk sekitarku.”

“Selalu, sebagai Oda Hana.”

“Sebagai adikmu, Oda Sakunosuke.” (Tamat)***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x