Mereka yang Kau Tulis (Chapter 22)

- 11 Februari 2021, 08:55 WIB
Ilustrasi menulis
Ilustrasi menulis /PIXABAY.com/StokSnap



GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya diksahkan, Leona terus membombardir William dengan pertanyaan yang selama ini terus mengganjal dalam hatinya selama sepuluh tahun.

William pun menjawab alasan mengapa ia sengaja tidak mencari Leona.

William menegaskan dan memberi jawaban yang selama ini Leona harapkan dari para calon suaminya sebagai syarat untuk memperistrinya, meyakinkan Leona bahwa William adalah orang yang tepat.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

“Leona, apa kau ingat dengan apa yang pernah aku katakan padamu sepuluh tahun lalu? Tentang mawar yang tetap membutuhkan air untuk menumbuhkan duri-durinya dan menjadi kuat?” tanya William seraya mengelus surai benang Leona.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 12)

Leona hanya mengangguk pelan setelah tangisannya mulai mereda.

“Selain memiliki makna penuh romansa, mawar juga memiliki makna keistimewaan. Aku tidak bisa disebut sebagai laki-laki sejati jika aku tidak bisa menuntun wanita yang nantinya akan mempertajam ambisiku."

"Dari pada menjadi sosok wanita hebat dibalik punggungku, aku ingin kau menjadi wanita istimewa yang akan berjalan di sampingku,” tutur William dengan sangat lembut.

Leona terdiam. Ia seperti mengenali kalimat itu. Leona pun menarik dirinya sendiri dari pelukan William. “Itu…”

“Dari novel romansa pertamamu, Kisah Kastil Cahaya, halaman sembilan, bait pertama, ucap Pangeran Cahaya pada gadis desa bernama Lara,” jawab William dengan mudahnya, menyebutkan dari mana referensi kalimat-kalimat manis tersebut.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 13)

“Itu yang selalu ingin kau dengar dari setiap calon mempelai pria yang melamarmu sejak tiga tahun lalu, bukan?"

"Kau memberi pertanyaan yang sempurna. Hanya laki-laki sejati yang bisa menjawabnya dan kau akan menerima lamarannya, bukan?”

Leona tidak tahu William akan berbuat sejauh itu. William berbicara seperti itu tidak hanya untuk memenuhi persyaratan Leona dan menjadi pasangannya, tapi Leona bisa mendengar ketulusan dan rasa apa adanya dari hati William.

Tanpa perlu menjawab, William sudah mendapat akses sempurna untuk membahagiakan Leona.

Selama sepuluh tahun sejak hari itu, Leona tidak ingin menyia-nyiakan dirinya.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 14)

Meski kesempatan untuk bertemu kembali hampir mendekati tidak mungkin.

Ia tetap berusaha memperdalam ilmu pengetahuannya dan mempertinggi pendidikannya dengan harapan posisinya nanti bisa mempertemukannya dengan William.

Leona berusaha semampunya untuk terus membantu kakaknya, Leo dan menjaga harga dirinya sebagai seorang wanita.

Leona mungkin tidak menyadarinya karena ia tidak tahu nama William saat itu. Tapi sudah sejak lama, sejak Leona saling dipertemukan dengan William di malam berkabung itu, Keluarga Rouen memilih Keluarga Giovanni dan begitu pun sebaliknya.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 15)

Di sisi lain, Leona melakukan itu karena takut William telah memilih gadis lain yang lebih hebat dan berpendidikan lebih tinggi dari dirinya sendiri.

Apalagi, dengan perbedaan usia William dan Leona yang berbeda tujuh tahun.

Leona juga mengira kalau William akan lebih memilih wanita dengan posisi yang hampir sama dengannya, bukan hanya seorang penulis sakral yang hanya membuat masalah seperti Leona.

Leona mengelap air matanya. “Saat itu, kau menertawakanku yang tidak bisa menangis. Kau sangat kejam!” kesal Leona, mengungkit kejadian sepuluh tahun lalu.

William tertawa. “Asal kau tahu saja, Leo menangis di pundakku saat itu. Kakakmu saja bisa menangis seperti itu. Kenapa kau tidak bisa? Bukankah wanita itu katanya lebih rapuh?” tanya William.

Baca Juga: Mereka yang Kau Tulis (Chapter 16)

Keduanya mulai berbicara layaknya sepasang insan Tuhan yang memang akan terus bersama. Jalinan demi jalinan mengikat keduanya melalui percakapan ringan yang bibir mereka ucapkan.

“Aku menertawakanmu karena kau itu sangat aneh. Bukan dalam hal yang buruk, tapi sebaliknya. Aku tidak bermaksud menyinggungmu waktu itu, jadi aku minta maaf,” lanjut William.

William melukiskan senyuman terhangatnya.

“Kau wanita yang sangat kuat, berbeda dengan kebanyakan wanita lain yang ingin dimengerti. Kau hanya diam dan menunggu orang yang tepat untuk bisa mengerti perasaanmu. Karena itu, aku menyebutmu aneh.”

Bersambung...**

Editor: Brilliant Awal


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x